Kamis, 18 Juni 2015



Oleh: Fadel Basrianto
Mahsiswa Jurusan Politik Pemerintahan UGM dan aktif di Komunitas Muhammadiyah Muda Bulaksumur

Dalam tiga hari terakhir kemarin, Jogja City Mall (JCM) menampakkan kesemarakannya yang berbeda dengan hari-hari biasanya. Perbedaan yang juga dirasakan oleh warga Persyarikatan Muhammadiyah. Pasalnya sejak tanggal 12-14 Juni lalu di Atrium utama JCM tengah digelar acara Muhammadiyah Expo 2015 yang diselenggarakan oleh Suara Muhammadiyah dalam rangka peringatan 1 abad usianya (1915-2015).

Acara ini langsung mengundang perdebatan di internal warga persyarikatan. Karena pemilihan mall sebagai tempat untuk merayakan 1 abad Suara Muhammadiyah cukup mengagetkan warga persyarikatan yang tidak biasa menggelar kegiatan di mall. Dimana Muhamamadiyah selama ini lebih sering melakukan aktivitas dakwahnya di kampus-kampus, masjid, ataupun di lapangan terbuka.

Kekagetan tersebut memang dapat dimaklumi, karena selama ini kiprah Muhammadiyah dalam hal pemberdayaan telah melekatkan image kedekatan Muhammadiyah dengan kelompok ekonomi rentan. Melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), Muhammadiyah terus melakukan advokasi dan pemberdayaan kepada kelompok mustad’afin yang secara otomatis kegiatan tersebut telah mendekatkan Muhammadiyah dengan kelompok ekonomi rentan tersebut. Yang dalam struktur ekonomi, kelompok ini tidak seberuntung kelompok masyarakat yang mempunyai hobi nongkrong di mall. Bahkan keadaan yang lebih ekstrim, keduanya berada dikutub yang bertentangan dalam satu lintasan.

Selain itu, alasan lain yang membuat warga persyarikatan kaget adalah stereotypemall sebagai surganya para hedonis-hedonis sejati. Yang mempunyai wajah kontras dengan masjid yang identik dengan ketaqwaan dan kesederhanaan.Mengikuti kedua suasana batin yang dirasakan oleh warga persyarikatan, sebenarnya apa yang sedang dilakukan oleh Muhammadiyah dengan melakukan dakwah di mall? Apakah kegiatan tersebut sesuai dengan semangat Muhammadiyah?

Terlepas dari perdebatan tepat atau tidaknya acara tersebut digelar di mall, saya ingin mengetengahkan bahwa penyelenggaraan di JCM dapat dibaca sebagai perluasan lahan dakwah Muhammadiyah. Dalam beberapa tahun terakhir ini Muhammadiyah mencoba keluar sekalipun tanpa meninggalkan arena dakwah konvensionalnya seperti masjid, kampus, atau lapangan terbuka. Muhammadiyah beberapa kali melakukan dakwah yang tidak biasa digelar oleh warga persyarikatan pada umumnya. Baik dari segi pemilihan tempat yang sekaligus sasaran pesertanya. 

Seperti yang telah dilakukan oleh Pengurus Daerah Muhammadiyah Surabaya diakhir tahun 2014, Muhammadiyah tidak tanggung-tanggung mengeluarkan beberapa paket kebijakan dalam penyuksesan penutupan Dolly. Mulai dari memberdayakan WTS dan warga berdampak lainnya atas penutupan Dolly hingga pembelian tanah dikawasan bekas gang Dolly untuk dijadikan pusat dakwah baru Muhammadiyah. Tentunya Muhammadiyah sendiri belum tahu hasil akhirnya apakah berhasil atau tidak.

Pada akhir tahun 2012 sampai sekarang Muhammadiyah yang dimotori oleh MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) dengan semangat kemanusiaan terus melakukan pendampingan kepada pengungsi Syiah di Jawa Timur. Yang jelas-jelas secara pemahaman mempunyai perbedaan dengan Muhammadiyah. Tidak hanya itu, MDMC juga pada akhir tahun 2013 berangkat ke Filipina untuk membantu korban bencana akibat Angin Haiyan. Tanpa terperangkap batas-batas pemahaman dan kebangsaan, MDMC terus melakukan tugas kemanusiaannya.

Kembali lagi kepada pertanyaan awal, apakah tepat Muhammadiyah menggelar kegiatannya di mall? Pada penutupan acara Muhammadiyah Expo 2015 kemarin, panitia melelang foto yang bertemakan “belajar memberi” yang ditandatangani oleh Ketua Umum Dien Syamsyudin berhasil mengumpulkan donasi sebesar 25 juta yang sepenuhnya akan disumbangkan kepada pengungsi Rohingnya yang ada di Aceh. Acara yang berlangsung hanya beberapa menit inilah nampaknya cukup menjawab pertanyaan awal tadi. Apakah nilai uang 25 juta tersebut untuk kemanusiaan mudah didapatkan ditempat lain dalam waktu yang begitu singkat?

Di sinilah penting untuk mewacanakan kembali tentang kemandirian ekonomi Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya dengan cara mendekati kelompok kelas menengah yang mungkin sudah menjauh dari ormas-ormas Islam. Sekalipun mereka tengah mengalami islamisasi “ngepop” melalui televisi dan media sosial yang semakin marak disekitar kita. Dengan merangkul mereka yang mempunyai kesholehan spiritual yang tidak terikat dengan organisasi massa tersebut, setidaknya keiinginan Muhammadiyah untuk mempengaruhi negara tidaklah berjalan ditempat.

Menengok hasil dari acara Muhammadiyah Expo 2015 di JCM kemarin, testing on the water yang diinisiasi oleh Suara Muhammadiyah patutlah dilanjutkan dan dimassifkan tanpa meninggalkan jamaah di tempat lain guna menghasilkan manfaat yang lebih besar. Tepat dan tidaknya kegiatan itu digelar bukan karena alasan pemilihan tempat maupun sasaran peserta. Tetapi lebih kepada besarnya manfaat yang diperoleh baik bagi Muhammadiyah ataupun untuk umat manusia pada umumnya. Terakhir, saya ucapkan Selamat milad yang ke-100 tahun Suara Muhammadiyah. Tetaplah meneguhkan dan mencerahkan.

0 komentar: