Selasa, 06 Januari 2015


Oleh: Ghifari Yuristiadhi
Mahasiswa Pascasarjana Sejarah UGM, Kader Pemuda Muhammadiyah Kota Yogyakarta, dan Aktif di Muhammadiyah Muda Bulaksumur

Pertanyaan ini selalu muncul seusai Persyarikatan atau ortomnya menyelenggarakan pelatihan, seminar, workshop, Baitul Arqam, training internal bagi kader, guru, dan karyawan Persyarikatan Muhammadiyah.  Ya, apa susahnya bagi Persyarikatan Muhammadiyah yang telah memiliki 172 perguruan tinggi, 885 SMA/MA, 1.685 SMP/MTs, 2.206 SD/MI, dan 4.623 TK serta 12.710 ranting, 3.253 cabang, 419 daerah, 33 wilayah di seluruh Indonesia berdasarkan data Bagian Dokumentasi PP Muhammadiyah tahun 2011 ini untuk memiliki gedung pelatihan yang representatif. Bukan sesuatu yang sulit, kecuali memang tidak ada kemauan dan kesungguhan merealisasikannya.

Seluruh amal usaha Muhammadiyah (AUM) di Indonesia sangat membutuhkan fasilitas yang representatif untuk menyelenggarakan pelatihan, seminar, workshop dan Baitul Arqam. Kalaupun tidak semuanya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut di satu tempat, namun setidaknya satu tempat yang sangat layak dan nyaman harus dimiliki Muhammadiyah. Salah satu tempat yang mungkin dipilih untuk pengembangan fasilitas pelatihan adalah Yogyakarta sebagai “Ibukota Muhammadiyah”. Amal usaha persyarikatan tersebut memang bisa menyewa banyak gedung atau bahkan hotel dengan berbagai pilihan. Namun apakah selamanya harus menyewa?

Studi Kasus Yogyakarta
Persyarikatan Muhammadiyah berdiri di Yogyakarta tahun 1912 silam. Ada 5 daerah, 85 cabang, ratusan ranting serta ratusan amal usaha pendidikan di Yogyakarta. Setiap organ persyarikatan memiliki majelis atau bagian yang memiliki banyak program kerja yang diselenggarakan secara temporal bulanan, tiga bulanan, semesteran ataupun tahunan membutuhkan fasilitas venue. Lokasi yang seringkali dipilih adalah Pusat Pengembangan Majelis Pendidikan Tinggi (Pusbang DIKTI) PP Muhammadiyah Kaliurang, Wisma Puas Kaliurang dan beberapa tempat lain. Berapa biaya yang harus dikeluarkan persyarikatan untuk menyelenggarakan event di tempat-tempat tersebut?

Sebagai permisalan sebuah majelis, ortom atau AUM menyelenggarakan kegiatan untuk 100 orang selama dua hari satu malam dengan rincian tiga kali makan dan break snack. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa Pusbang DIKTI PP Muhammadiyah dipatok biaya sewa 600.000 rupiah dengan biaya makan dan snack 20.000 rupiah dikali 3 dikalikan 100 orang sehingga total biaya konsumsi 6.000.000 rupiah. Sedangkan jika menyewa Wisma Puas harus menyiapkan 5.000.000 rupiah (1.500.000 rupiah untuk wisma Anggrek, 1.750.000 rupiah untuk wisma Teratai plus aula dan 1.750.000 rupiah untuk wisma Melati) dengan biaya makan dan snack 22.500 rupiah dikali 3 dikalikan 100 orang sehingga dibutuhkan biaya konsumsi sebesar 6.750.000 rupiah.

Sebagai perbandingan, di luar dua tempat tersebut, ada dua tempat yang juga sering digunakan untuk kegiatan persyarikatan adalah Balai PMD milik Kementrian Dalam Negeri ataupun LPMP Matematika milik Kemendikbud di Kalasan. Biaya rata-rata di kedua tempat tersebut untuk sewa aula 750.000 rupiah, kamar (@3 orang) untuk 100 orang sebesar 4.125.000 rupiah, dan makan serta snack 2.250.000 rupiah dikali 3 total 6.750.000. Artinya, untuk sekali berkegiatan yang diperuntukkan bagi 100 orang selama dua hari satu malam di kedua tempat itu membutuhkan biaya 11.625.000 rupiah. Sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pusbang DIKTI yang perdua hari satu malam 6.600.000 rupiah dan 11.750.000 untuk Wisma Puas.

Jika dalam setahun sejumlah majelis, ortom atau AUM menyelenggarakan kegiatan selama dua hari satu malam di Wisma Puas atau Balai PMD dan LPMP sebanyak 100 kali, maka uang yang dikeluarkan oleh majelis, ortom atau AUM itu sebanyak 1.175.000.000 rupiah atau 1.162.500.000 rupiah dan seluruhnya masuk kepada eksternal persyarikatan. Sedangkan jika 100 kegiatan itu diselenggarakan di Pusbang DIKTI maka jumlah uang yang dikeluarkan oleh majelis, ortom atau AUM tersebut sebanyak 660.000.000 rupiah. Poin yang kedua ini masih lumayan karena masuk kepada kas Majelis DIKTI PP Muhammadiyah. Namun yang perlu diketahui, pengelola Pusbang DIKTI belum mengelola katering sendiri jadi uang yang masuk ke Pusbang Dikti hanya 600.000 kali 100, hanya berjumlah 60.000.000. Sisanya masuk ke katering yang dikelola eksternal Persyarikatan.

Peluang untuk Persyarikatan
Informasi yang saya dapatkan, Majelis DIKTI PP Muhammadiyah masih ingin mempertahankan pengelolaan Pusbang yang gedungnya sejak awal tahun 1990-an begitu-begitu saja (baca: catnya kuning kusam yang mulai terkelupas). Dengan income yang pas-pasan setiap tahunnya, dengan asumsi yang sudah disampaikan di atas (100 kali penggunaan kali 600.000 rupiah, jumlahnya 60.000.000) – mungkin kalau lebih dari itu penggunaannya, akan lebih pemasukannya juga kalau dipakai organisasi di luar Muhammadiyah karena harga sewanya 1.000.000 rupiah, maka sebenarnya sudah sangat tidak layak dipertahankan. Lahan di belakang gedung Pusbang yang luas terbentang sampai sungai juga masih belum dimaksimalkan. Maintenance gedung yang minimalis ditambah penambahan fasilitas interior yang sangat lambat semakin membenamkan peluang Pusbang DIKTI dilirik oleh majelis, ortom atau AUM juga komunitas atau organisasi lain.

Menurut saya tidak ada kata lain, persyarikatan harus segera mengeksekusi pembangunan pusat pelatihan (training center) yang representatif di sebuah titik di Yogyakarta. Jika harga tanah di sekitar Kaliurang sudah jauh melambung, pilihan melirik Gunungkidul atau Kulonprogo bisa dilakukan. Salah satu pertimbangan yang tidak boleh dilepaskan adalah dekatnya jarak dengan destinasi wisata sebagai daya tarik kepada majelis, ortom, AUM serta khalayak eksternal Muhammadiyah yang ingin menggunakan. Selain itu training center tersebut bisa dikembangkan juga dengan camping ground dan juga dilengkapi pendopo untuk kegiatan-kegiatan outdoor mahasiswa (makrab, dll). Selain itu, persyarikatan harus mulai melirik pengembangan amal usaha baru yakni catering yang sangat singkron dengan pembangunan training center yang berfungsi men-support kebutuhan konsumsi pelatihan dan juga sangat mungkin dikembangkan untuk melayani kebutuhan konsumsi majelis, ortom, dan AUM.

Langkah Taktis
Wacana pembangunan pusat pelatihan mungkin sudah muncul beberapa waktu yang lalu, namun mengapa hingga saat ini belum terealisasi. Ya, dibutuhkan keberanian dari pimpinan yang bisa mengambil kebijakan. Jika Pimpinan Wilayah berani mengapa harus menunggu Pimpinan Pusat? Jika asumsi lahan yang dibutuhkan 3,5 hektar untuk membangun beberapa asrama dan aula serta camping ground dan lahan parkir, dengan asumsi permeter 1.000.000 rupiah, maka dibutuhkan biaya 3.500.000.000 rupiah. Bangunan asrama yang dilengkapi 100 kamar dengan rata-rata luas 25 meter persegi dan asumsi harga bangunan plus fasiltias dan interior permeter pesergi adalah 4.000.000 rupiah, maka dibutuhkan 10.000.000.000. Ditambah untuk pengembangan fasilitas outdoor untuk camping ground, outbound dan lain-lain sebesar 1.500.000.000, total biaya yang dibutuhkan sekitar 15.000.000.000.

Sekelas Muhammadiyah, untuk mencari dana 15 milyar itu tidaklah sulit karena banyaknya amal usaha yang dimiliki. Dengan perputaran uang yang mencapai 1-2 milyar pertahun seharusnya keberanian pimpinan persyarikatan untuk mengambil keputusan lebih muncul. Jika membutuhkan investasi ataupun pinjaman, dengan perhatian yang demikian banyak investor ataupun bank yang bersedia meminjamkan. Sekarang pertanyaannya: apakah pimpinan persyarikatan mau?

0 komentar: