Senin, 29 Desember 2014

[kliping]


Tajuk Rencana Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, Senin, 29 Desember 2014

Dua malam beruntun, Rabu dan Kamis (24-25/12), Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta mementaskan ketoprak dengan lakon ‘Jumedhuling Surya Ora Tau Owah’. Sejumlah tokoh Muhammadiyah, termasuk Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsudin ikut main. Pentas yang berlangsung di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY) itu mendapat antusiasme penonton.

Bagi sementara kalangan masyarakat—juga warga Muhammadiyah sendiri—pentas ketoprak itu suatu ‘surprise’, peristiwa ‘mengagetkan’. Alasannya, selama ini para seniman dan budayawan Muhammadiyah terkesan cenderung mengapresiasi cabang-cabang kesenian kontemporer seperti pentas drama dan musik. Bahkan ada pihak yang memandang Muhammadiyah sangat berhati-hati atau malah alergi terhadap kesenian sehingga kehidupan persyarikatan menjadi ‘kering’. Kehidupan kesehariannya kurang terbasahi dengan aktivitas yang bernuansa kesenian. 

Adanya pandangan atau penilaian yang demikian memang tidak bisa dihindarkan. Harus diakui, warga Muhammadiyah memang ekstra hati-hati dalam berkesenian. Di antara contohnya ialah, PP Muhammadiyah pernah mengharamkan pemasangan gambar atau foto KH. A. Dahlan. Keputusan tersebut dilandasi pertimbangan adanya kekhawatiran terjadi kultus individu terhadap pendiri Muhammadiyah itu. Namun seiring dengan meningkatnya basis pendidikan dan kemajuan kerangka berpikir serta berlogika warga Muhammadiyah, fatwa haram itu dibatalkan.

Contoh lainnya, sempat muncul sikap pro dan kontra di kalangan warga Muhammadiyah saat Mohammad Diponegoro dan rekan-rekannya dari Teater Muslim melansir drama ‘Iblis’. Mereka yang kontra menyatakan ketidaksetujuannya atas personifikasi Nabi Ibrahim AS, istri dan anaknya, Ismail—sebagaimana adanya larangan personifikasi dalam segala bentuk dan ragamnya sosok Nabi Muhammad SAW. Tetapi penolakan terhadap drama yang laris di tahun 1960-an itu menjadi sirna ketika muncul pemahaman dan kesadaran bahwa pentas drama merupakanbagian dari strategi warga Muhammadiyah dalam mengemban misi dakwah.

Terdapatnya pemahaman dan kesadaran bahwa snei, kesenian dan berkesenian merupakan sarana dakwah yang efektif diapresiasi PP Muhammadiyah dengan membentuk Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO). Lembaga ini pernah diketuai Abdul Hadi WM, Taufik Ismail, Chaerul Umam, dan kini Syukriyanto AR. Dalam perkembangan selanjutnya, Sidang Tanwir Muhammadiyah di Denpasar, Bali tahun 2002 merekomendasikan pemanfaatan kultur-kultur seni dan budaya yang hidup di tengah masyarakat bangsa—sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam—menjadi sarana dakwah dalam lingkup dakwah kultural Muhammadiyah. Dalam kerangka mengaplikasi dakwah kultural itulah kiranya PDM Kota Yogyakarta memanfaatkan kesenian ketoprak sebagai bagian dari aktivitas dakwahnya.

Persyarikatan Muhammadiyah dicirikan sebagai organisasi modern. Namun ciri modern sekaligus modernis itu tidak harus dipahami dan diidentikkan dengan sesuatu yang elite, bersifat elitis, termasuk dalam mengaplikasikan kegiatan berkeseniannya. Melalui dakwah kultural, warga Muhammadiyah dituntut menjadikancabang-cabang seni tradisional yang hidup di tengah masyarakat, semisal ketoprak, macapatan, dan pangkur jenggleng sebagai sarana dalam meluaskan cakrawala syiar dakwahnya.

0 komentar: