Selasa, 02 Desember 2014


Oleh: Fadel Basrianto
Mahasiswa Jurusan Politik Pemerintahan UGM dan Aktif di Muhammadiyah Muda Bulaksumur

Setelah pertemuan terakhir kita lima tahun yang lalu, aku kembali menemukanmu lagi. Bukan melalui kehadiranmu, tetapi melalui teka-teki “tanda/sign” yang kau bubuhkan selama ini. Tepat seperti lima tahun yang lalu, aku sedang duduk disudut pojok kanan gerai coklat yang menjadi langganan kita dulu. Persis seperti lima tahun yang lalu aku memesan hot chocolate dengan tambahan gula dikit. Dan aku ingat, disaat yang bersamaan engkau selalu memesan kopi hitam pekat.
Waktu itu aku sempat bertanya,

“Kenapa kamu selalu memesan kopi hitam pekat?”

Bayanganku setelah menanyakan hal itu akan mendapat jawaban, “Iyaaa.. karena kopi hitam yang pekat itu mengandung bla…bla..bla…yang baik untuk tubuh”

karena aku tahu, dia adalah siswa terbaik dikelas IPA SMA ku. Ditambah, “zodiakku itu menganjurkanku untuk mengkonsumsi kopi hitam secara rutin agar tidak mudah terkena stress”. Karena dia adalah ketua ekskul mading yang tiap bulan selalu mengupdate zodiak dikolom madingnya.

Tapi tak kuduga, jawaban yang keluar dari bibir tipisnya. “Karena kopi hitam pekat, diakhir kecupannya selalu meninggalkan kejujuran, yakni rasa pahit. Sepahit-pahitnya rasa, itulah pertanda, bahwa dia ada!

Waktu itu aku belum paham dengan jawaban itu. Sebagai lelaki yang tidak mau dianggap bodoh, kala itu aku sungkan bertanya dan hanya memilih menganggukkan kepala sambil meneguk satu kecupan hot chocolateku yang mulai mendingin.

Setelah kejadian itu aku baru tahu kalau kamu suka dengan tanda/sign. Tiap bulan setelah perjumpaan terakhir itu, kamu selalu mengirimkan surat berprangko Wina, tempat sekarang kau menetap. Setiap surat yang kau tulis dibagian akhirnya selalu kau tutup dengan kata-kata, “Percayalah, matahari tak pernah bohong”. Menurutku itu bukanlah kebetulan atas hasrat penguasaan sastramu, melainkan pertanda yang kau berikan padaku. Bukankah kebetulan tak mungkin datang berulang kali!?

———
Ditegukan hot chocolateku yang kedua, aku kembali ingat, kata-kata itu ternyata dipakai menjadi tema reuni sekolah kita satu tahun yang lalu. Reuni yang kudatangi seorang diri tanpa ada dirimu disisi. Ketika datang, aku langsung terhenyak, bagaimana bisa kata-kata yang menurutku sangat privat olehmu kepadaku menjadi konsumsi satu sekolahan. Kali ini kecurigaanku menceruat. Apakah ini sebuah kebetulan?

Kecurigaanku mengalir deras saat membaca backdrop panggung yang bertuliskan “matahari tak pernah bohong”. Adakah temanku yang membaca suratmu untukku? Kapan mereka mencurinya dariku? Bagaimana bisa mereka melakukan itu?

———-
Dikecupan hot chocolate yang ketiga ini, kecurigaanku berbalik, apakah tanda-tanda itu tidak hanya kau berikan padaku? Apa kau berikan kepada semua teman sekolahmu hingga membentuk imajinasi bersama yang secara diam-diam mereka jadikan tema reuni sekolah kita?

Ooh.. Aku baru ingat keistimewaan kopi hitam pekat yang selalu engkau pesan, yakni selalu meninggalkan rasa pahit diakhir kecupannya.  Aku pun tersenyum sambil menghabiskan hot chocolate tersebut yang kian lama terasa pahit.

0 komentar: